Social Icons

Pages

Senin, 14 Maret 2011

Tuai Padi di Pantai


Sulit rasanya membayangkan lahan pasir murni seluas 500 m2 yan g hanya terpisah 50 m dari bibir pantai ditanami padi. Namun, pemandangan itulah yang tampak di pantai Pandansimo , Bantul, DI Yogyakarta.

Sejak 5 - 6 tahun terakhir lahan pasir pantai memang mulai marak ditanami komoditas pertanian. ‘Namun, komoditas yang ditanam umumnya cabai dan bawang merah. Pekebun menguasai teknik budidaya kedua komoditas itu di lahan pasir,’ ujar Ari Bowo, staf data Dinas Pertanian Kabupaten Bantul. Padi juga terlihat ditanam di beberapa tempat di tepi pantai, tetapi jaraknya agak jauh. Artinya, medianya tidak 100% pasir.
Padi di Pandansimo tumbuh di lahan pasir murni. Kali ini sudah 6 kali panen. Awal Desember silam saat panen terakhir sawah di lahan pasir seluas 500m2 itu menghasilkan 3,5 kuintal gabah kering varietas rojolele. Rojolele dipilih lantaran varietas lokal itu adaptif, tahan hama penyakit, dan potensi produksinya cukup tinggi. Di lahan pasir Pandansimo potensi hasil rojolele mencapai 7 ton per hektar. Hasil itu terbilang tinggi lantaran produktivitas rojolele di sawah biasa ratarata hanya 5 ton per hektar.
Gersang
Sepuluh tahun silam Pandansimo seperti pantai lain di pesisir selatan Yogyakarta: gersang. Sejauh mata memandang hanya hamparan pasir kecokelatan yang terlihat. Namun, sejak 2001 PT Indmira Citra Tani Nusantara (PT ICTN) merintis budidaya pertanian di lahan itu.
Budidaya itu semula hanya dilakukan di petak-petak uji berukuran kecil. Khususnya padi, dikembangkan d i petak-petak 4 m x 2 m, 3 m x 11 m hingga skala usaha 500 m2. Menurut Ir Joni Riyanto, Technical Service & Public Relation Manager PT NASA, mitra PT ICTN selama ini lahan pantai masih belum banyak dimanfaatkan untuk pertanian. Padahal Indonesia memiliki garis pantai terpanjang di dunia yaitu 95.181 km. Prediksi FAO, dunia akan mengalami kerawanan pangan pada 2050 akibat makin menyempitnya lahan pertanian, sementara jumlah penduduk dunia makin banyak. Makanya diperlukan alternatif lahan untuk budidaya tanaman pangan.
Budidaya padi lahan pasir menggunakan sistem semiorganik. Pestisida kimia tidak digunakan, tetapi pupuk kimia masih dipakai meski dalam jumlah sedikit. ‘Selama ini pupuk kimia disinyalir merusak tanah. Sesungguhnya, yang merusak itu filler atau bahan pembawa ionnya,’ ujar Joni. Filler itu bisa dinetralisir dengan bahanbahan organik. Sementara unsur makro yang terkandung dalam jumlah besar pada pupuk itu dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas tanaman.
Wind barrier
Sebelum menanam padi di pasir pantai, tanam wind barrier alias tanaman pemecah angin sejak awal. Wind barrier juga berfungsi menahan padi dari tiupan badai garam yang mematikan tanaman. Menurut Dwi Sumartono, staf riset dan pengembangan PT Indmira, cemara udang Casuarina equisetifolia cocok ditanam di sekeliling petak sawah untuk fungsi itu.
Alumnus Universitas Brawijaya itu menyarankan jika pekebun ingin menanam padi di luasan 1 ha misalnya, lahan mesti dipetak-petak dengan luasan masing-masing 500 - 1.000 m2 agar fungsi pemecah angin di sekelilingnya efektif. Jarak tanam cemara cukup 3 m antartanaman. Cemara berumur 2,5 - 3 tahun kuat menahan angin sehingga padi siap ditanam.
Olahlah lahan dengan menggali pasir sampai kedalaman 25 cm. Lantas galian itu ditutup mulsa plastik. Mulsa berfungsi untuk menghambat merembesnya air. Harap mafhum, lahan pasir sangat porous, sehingga sulit menahan air. Sesudah ditutup mulsa, lahan ditutup lagi dengan pasir.
Seminggu sebelum tanam, lahan ditaburi pupuk dasar yang mengandung N, P, K, Cl, dolomit, dan pupuk organik cair. Dosis pupuk makro yang digunakan 700 - 800 kg/ha, sementara pupuk organik cair 10 liter/ha tiap siklus tanam. Aplikasi pupuk dibagi menjadi 3 periode yaitu sebelum tanam dan 2 kali sesudah tanam (10 HST dan 30 HST).
Pada 2 tahun pertama percobaan, tim riset belum menemukan kombinasi dosis pupuk ideal di lahan miskin hara itu. Ketika menginjak umur 1 bulan, tanaman banyak yang mati. Sekarang tak hanya mampu bertahan hidup, pertumbuhan padi pun bagus. Itu terlihat dari jumlah anakan yang mencapai 20 buah saat padi berumur 35 hari. Padahal di pekebun konvensional jumlah anakan rata-rata hanya 15.
Berat di awal
Padi ditanam berjarak 30 cm x 30 cm dengan sistem jajar legowo yaitu tiap 2 m barisan tanaman diselingi 1 m barisan kosong. Selama tanam, lahan dialiri air dengan ketinggian 2 cm dari permukaan pasir. Fungsi air hanya untuk melarutkan hara. Ketika padi memasuki umur 105 - 120 hari, pasokan air dikurangi sehingga lahan tidak lagi tergenang, melainkan hanya basah saja.
Dwi tidak perlu repot-repot mendatangkan air dari jauh, sebab meski berada di area pantai, air di tempat itu tawar. ‘Kami hanya menggali sumur sedalam 7 m dan menyedotnya dengan pompa, lantas dialirkan ke sawah dengan pipa PVC,’ ujar Dwi. Keunggulan lain, lahan pasir itu relatif bebas gulma, sehingga hampir tidak perlu disiangi.
‘Kendalanya, selain waktu persiapan lama, investasi awal yang dibutuhkan untuk penanam padi lahan pasir pantai itu cukup tinggi,’ kata Dwi. Untuk luasan 500 m2 misalnya, mencapai Rp10-juta. Biaya terbesar untuk penanaman cemara dan pembelian mulsa. Hal itu juga yang menghambat meluasnya teknik budidaya padi di tepi pantai.
Padahal, cemara cukup sekali tanam, sementara mulsa plastik bisa tahan hingga 6 musim tanam. Sewa lahan pasir sangat murah dibanding sawah di tempat lain. Di Pantai Pandansimo, biaya sewa lahan selama 10 tahun hanya Rp8,5-juta/ha. Ini menjadi peluang besar bagi pekebun untuk panen padi di lahan pasir. (Tri Susanti)


  1. Jumlah anakan padi di lahan pasir mencapai 20 buah pada umur 35 hari
  2. Persiapan penanaman padi di lahan pasir: menanam tanaman pemecah angin berupa cemara udang dan pemasangan mulsa plastik di dasar galian
  3. Potensi produksi padi rojolele di lahan pasir pantai mencapai 7 ton per ha

 Sumber : Trubus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar